Selasa, 06 Januari 2015

PERPISAHAN




Oleh : Mira Pasolong
Izinkan aku
Kumohon
Sekedar mengantarmu ke gerbang itu
Agar kau yakin
Kita tak main-main dengan rasa ini

Telah kita sulap sepi menjadi ramai
Gelap menjadi benderang
Dan duka menjadi bahagia

Telah kita sulap semuanya
Seperti mau kita
Lalu kenapa kita membiarkan perpisahan tanpa ucapan selamat tinggal??

Sekali lagi
Izinkan aku mengantarmu
Walau hanya sampai di gerbang itu
Agar kau tahu
Setia tetaplah bernama setia
Kumohon….
Mamuju, 14 Desember 2014

DUH, MAKASSARKU




Oleh : Mira Pasolong
Senja itu
Gagal kucandai camar yang terbang rendah di depanku
di tepi pantai itu
Berita itu
Sungguh..
Bagaikan godam yang menghantam kepalaku
Hingga pingsan dan tak ingat apapun lagi.

Ah, mahasiswa..
Sejatinya idealisme itu suatu kebanggaan.
Pun akan semakin membanggakan ketika diperjuangkan dengan indah.

Tak ada yang salah dengan demonstrasi
Ini negeri demokrasi
Yang (katanya) membebaskan penghuninya berpendapat
Pun tak ada yang salah dengan aparat itu
Saat  turun  ke jalan
Mengamankan demonstrasi mahasiswa
Yang  karena jiwa yang masih labil
Usia yang masih muda
Kadang demonstrasi berujung anarkis.

Yang salah (mungkin) adalah
Ketika mahasiswa membakar ban
Menutup jalan
Menyandera kendaraan flat merah yag melintas.
Yang salah (mungkin) adalah
Ketika aparat keamanan
Mengarahkan moncong senapannya ke arah gedung perkuliahan
Memuntahkan pelurunya di hadapan mahasiswa yang sedang belajar
Mengobrak abrik kampus yang mestinya aman dari dentum peluru.

Duh, Makassarku nan beradat
Istirahat siangkupun menjadi terganggu
Kala berita itu terbaca di mataku.
Seorang professor dan mahasiswinya
Dalam alunan sabu-sabu
Lupa status
Lupa diri
Pada sebuah kamar hotel yang mewah.

Duh, Makassarku tercinta
Apalagi yang harus penghunimu lakukan
Untuk menjahit lukamu yang menganga?
Untuk mengobati batinmu yang terkoyak?
Cukupkah air mata ini?
Cukupkah rasa prihatin ini?

Apa yang dapat dilakukan
Ketika moral tak lagi ditempatkan di tempat yang semestinya?

Duh, Makassarku
Bersabarlah!!!!!
Suatu saat siri’ na pacce akan kembali tegak

Takana Juo, 14 November 2014

PALUNG RASA




Oleh : Mira Pasolong
Debar itu nyata walau tak nampak
Mengetuk jiwa, mengoyak jantung, menelisik di  kedalaman palung hati
Ah, selalu hadir rasa ini, bila mata  tak menatap indahmu
Debar  merebak mendobrak angkuhku

Sanggupkah  menahan sunyi
Jika bayang itu  tak terengkuh?
Sanggupkah  berdiri
Jika hati rapuh melepuh?

Ah, ini bukan keluhan.
Ini hanya menalar rasa yang bimbang
Sungguh, ini bukan keluhan
Ini hanya sebuah perbandingan logika dan rasa

Mungkin aku angkuh
Merasa tak butuh jemari  bersilang
Atau tubuh bersandar
Tapi sungguh
Kali ini
tabir lain hatiku tersibak
Aku bohong dengan rasa itu

Aku membutuhkanmu lebih dari yang kau tahu
Aku menginginkanmu lebih dari yang kau mau
Dan aku tak ingin terus begini, terperosok dalam palung rasa ciptaanku sendiri
Aku membutuhkanmu
 untuk memapah raga tak berdaya ini,
untuk menyiram hati gersang ini

Namun jika angkuhku telah merengkuhmu jauh dariku,
Hanya akan kusandarkan lelah ini pada Sang Pemilik Jiwa Raga
Karena sesungguhnya hidup dan matiku hanyalah untuk-Nya.



(termuat dalam Antology Move On, terbit tahun 2013)

HUJAN DAN KITA




Oleh : Mira Pasolong
Hujan
Pada tiap rintiknya menjelma kidung
Kidung rindu yang mengalun pilu

Hujan
Di setiap tetesnya tercipta irama
Irama yang merupa resah, lalu beranjak sedih

Hujan
Rinainya
Sungguh menghantarkan seluruh ingatanku tentangmu
Tentang kita yang menisbahkan diri sebagai penyuka hujan
Tentang kita yang selalu terbaluti pesona dalam guyuran hujan
Tentang kita yang tak bisa terima jika tempat tinggal air hujan dikeruk
Tentang kita yang protes saat hutan digunduli
Tentang kita yang hanya mampu mengelus dada saat banjir melanda kota kita

Ah, tapi kita tetaplah penyuka hujan
Dari tempat yang berbeda, di bawah langit yang sama
Kita sama-sama menghitung rindu
Seirama bilur hujan itu
Kala hujan senja hari, Simbuang, 13 Desember 2014