Kamis, 27 Oktober 2011

PUKUL 12 SIANG



Oleh : Mira Pasolong
            Siang terik. Tepat pukul 12.00.  Sepi. Nyaris tak ada aktifitas di kompleks perumahan tersebut. Seorang perempuan tiga puluhan tahun berjalan terseok- seok sambil memegangi perutnya yang membuncit. Peluh berbulir- bulir mengaliri dahinya yang tak lagi licin. Di tangannya tergenggam kantong plastik kumal berwarna hitam. Entah apa isinya.
            Siang hari kompleks perumahan tersebut memang selalu sunyi. Para lelakinya ke kantor, anak- anaknya ke sekolah dan ibu- ibu sibuk di dapur. Makanya tidak heran semua pintu rumah tertutup rapat dan baru akan terbuka pada sore hari. Walaupun penjagaan di perumahan itu sangat ketat, namun para penghuninya yang kebanyakan pasangan muda, tetap berhati- hati.
            Perempuan itu terus berjalan. Dari satu blok ke blok berikutnya. Tiba di sebuah rumah mungil bercat hijau yang baru direnovasi, perempuan itu berhenti. Digerakkannya tangannya hendak mengetuk pintu, tetapi urung. Dilanjutkannya langkahnya. Ah.. langkah itu kini cenderung tertatih. Tapi dia tetap berjalan. Sesekali dia berhenti dan berbicara kepada anak yang ada dalam kandungannya.
            " Maaf, Nak. Ibu belum menemukan orang yang tepat." Bisiknya sambil mengelus lembut perutnya.
            Sebuah mobil mewah melaju dengan kencangnya. Perempuan itu tetap berdiri di tengah jalan. Seorang ibu muda yang sedang menjemur pakaian berteriak melihat perempuan tersebut tidak bergeser sedikitpun dari tempatnya.
            "Awas, Bu. Ada mobil." Teriaknya histeris sambil menutup mukanya menahan ngeri. Sedetik, dua detik, tidak ada kejadian apa- apa. Tak ada suara dentuman benda keras sebagai pertanda terjadinya tabrakan. Ibu tersebut perlahan- lahan membuka matanya.
            "Selamat siang, Bu. Bisa minta air minumnya? Haus." Ibu tersebut terkejut. Perempuan itu kini sudah ada di depan pagarnya. Memegangi perut buncitnya sambil menyeka peluh yang semakin deras membasahi dahinya. Dia sama sekali tidak lecet, padahal siapapun yang melihatnya pasti yakin perempuan itu sudah tertabrak. Perempuan itu kemudian dipersilahkan masuk. Diberi air minum dan juga makan siang.
            Perempuan itu kembali berjalan. Dia tak menghiraukan  rasa penasaran  ibu muda yang telah memberinya air minum. Tak satupun pertanyaannnya yang dijawab. Bahkan perempuan tersebut tetap membisu ketika ditanya hendak ke mana tujuannya.
            Di sebuah belokan tajam. Dia menatap nanar ke sebuah rumah mewah yang tepat terletak di sudut.
            "Itu sasaran kita, Nak. " Bisiknya pada anak dalam kandungannya.
            "Maaf tidak menerima sumbangan." Bentak pembantu rumah tersebut sambil membanting pintu pagarnya. Perempuan itu mengelus dadanya sekilas. Tersenyum tipis, dan kembali menyeret kakinya ke jalanan.
            Belum ada sepuluh meter perempuan itu berjalan, warga dikejutkan dengan teriakan dari rumah mewah tersebut. Anak semata wayang sang tuan rumah meninggal seketika karena kesetrum listrik ketika sang pembantu keluar mengusir perempuan itu.
            Perempuan itu tetap berjalan. Tidak dipedulikannya lalu lalang orang- orang yang berlarian mendatangi rumah mewah tersebut. Bibirnya tetap menyunggingkan senyum tipis.
            Adzan dhuhur berkumandang dari mesjid di kejauhan. Mesjid di kompleks ini tak berpenghuni di waktu dhuhur. Perempuan itu sudah menghilang dari kompleks. Tak ada yang melihat ke mana perginya.
***
            Siang terik. Pukul dua belas tepat. Dari kejauhan kembali nampak seorang perempuan berjalan tertatih- tatih dengan perut membuncit. Di tangannyapun tetap tergenggam sebuah kantong plastik hitam.
            "Saya bukan mau mengemis, Bu. Saya hanya ingin membagikan kartu donatur ini." Katanya pada seorang ibu yang juga sedang hamil besar. Ibu itu baru pulang dari pasar.
            "Silahkan masuk kalau begitu." Kata ibu itu ramah.
            "Maaf kalau saya banyak bertanya. Maklumlah, Bu. Sekarang ini banyak penipuan berkedok panti asuhan." Perempuan itu manggut- manggut tanda mengerti.
            "Tapi Insya Allah saya akan jadi donatur tetap di panti ini. Kebetulan tahun lalu saya merayakan ulang tahun anak saya di sana." Kata Ibu itu sambil mengambil kartu donatur dari tangan perempuan tersebut.
            Wajah perempuan itu sumringah. Sudah lebih sepuluh donatur yang didapatnya hari itu.
            "Semoga kakak- kakakmu tidak kekurangan makanan di sana, ya, Nak." Katanya kembali mengajak bicara anak dalam kandungannya.
            Sayup- sayup adzan dhuhur kembali terdengar. Perempuan itupun kembali menghilang. Entah keluar dari mana dia,bahkan securitipun tidak melihatnya.
***
            Hari minggu  pagi. Kompleks perumahan itu nampak ramai. Beberapa orang nampak asyik main volly dan bulu tangkis. Yang lainnya mengobrol di depan rumah masing- masing. Topik pembicaraan hangat adalah kehadiran perempuan hamil itu beberapa hari terakhir ini.
            "Saya pernah melihat dia ditabrak, Bu. Tapi dia tidak lecet sedikitpun." Kata Bu Muna yang tempo hari memberinya air minum.
            "Saya juga heran dengan kedatangannya yang selalu tepat jam 12.00. Dan pasti langsung menghilang ketika waktu dhuhur sudah masuk." Sambung Ibu yang lain.
            "Yang lebih mengerikan lagi adalah kejadian- kejadian mengerikan yang dialami oleh keluarga yang menolak kehadirannya." Pembicaraan ibu- ibu kompleks itu semakin panas. Mereka sekarang mulai mereka- reka siapa sebenarnya perempuan itu. Yang belum sempat dimasuki rumahnya menjadi was- was, takut besok perempuan itu mendatanginya.
            Anehnya walaupun mereka ketakutan, tetapi tak seorangpun yang memberitahukan kejadian tersebut kepada suaminya.
***
            Senin yang cerah. Tepat pukul 12 siang. Ibu- ibu kompleks kompak mengunci pintu rumah mereka. Entahlah. Semakin hari kehadiran perempuan hamil itu semakin meresahkan. Tetapi tetap saja tidak ada yang mengadu kepada suaminya.
            Dari ujung lorong perempuan itu nampak semakin terseok- seok berjalan. Perutnya semakin membuncit. Di tangannya masih tergenggam kantong plastik hitam. Sekarang warga kompleks sudah tahu isi kantong tersebut. Isinya tidak lain adalah kartu donatur panti asuhan yang dibagi- bagikannya kepada warga.
            "Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Pengumuman. Di sampaikan kepada seluruh donatur Panti Asuhan Arrahma  bahwa hari Minggu depan ketua panti menunggu kedatangan ibu- ibu donatur dari perumahan ini. Terima kasih. Wassalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh." Seseorang memberikan pengumuman di mesjid. Sesuatu yang hampir tidak pernah terjadi di kompleks ini.Ibu- ibu kompleks saling berlarian keluar rumah dan seperti dikomando serentak mengarahkan kaki mereka ke arah mesjid. Tapi sayang. Tidak ada siapa- siapa di mesjid. Hanya pintunya yang terbuka. Mereka pulang ke rumah masing- masing dengan kepala dipenuhi tanda tanya.
***
            Sudah beberapa hari ini perempuan berperut buncit itu tidak nampak di kompleks. Ibu- ibu nampak seperti kehilangan sesuatu. Yang terbiasa dengan ichlas memberinya air minum atau makanan, menjadi rindu ingin melakukannya lagi. Sebaliknya, yang alergi dengan kedatangannya menjadi gembira karena tidak ada lagi yang akan menganggu mereka.
            "Bu, besok kan hari Minggu. Apakah Kepala Panti betul- betul menunggu kedatangan kita, ya? " Tanya seorang ibu. Dia ingat pengumuman di mesjid beberapa hari yang lalu. Walaupun ragu, tetapi akhirnya mereka sepakat untuk beramai- ramai mengunjungi panti hari Minggu nanti.
            Kepala Panti nampak kaget melihat rombongan mereka. Beliau sama sekali tidak menyangka akan kedatangan tamu. Ibu Ketua Panti semakin kaget ketika mengetahui maksud  kedatangan mereka.
            "Kalau tidak salah namanya Rasyida, Bu." Jawab salah seorang dari mereka ketika Ibu Panti menanyakan siapa orang yang telah mendaftar mereka  menjadi donatur.
            "Hah... Rasyida?" Mata Ibu Panti terbelalak. Ibu- ibu tersebut menganga melihat reaksinya. Selang beberapa saat kemudian meluncurlah cerita dari mulut Ibu Panti. Cerita yang membuat bulu kuduk ibu- ibu tersebut merinding menahan perasaan takut.
            "Jadi dia sudah meninggal, Bu?"
            "Dia dibunuh di belakang komplek perumahan. Kejadiannya pada suatu siang yang sepi. Tepat pukul 12.00. Dia dibunuh setelah diperkosa oleh dua orang pemuda yang sedang mabuk." Ibu- ibu tersebut mendadak ingat kejadian menghebohkan sekitar setahun yang lalu di dekat kompleks perumahan mereka.
            "Ooo karena itulah mungkin sehingga dia selalu datang jam 12 siang."
            Ketua panti juga kemudian menjelaskan bahwa dia ditinggal kawin oleh suaminya lima bulan sebelum peristiwa itu. Sejak ditinggal suaminya, dia menitipkan lima anaknya di panti asuhan Arrahma. Karena itulah mungkin sehingga dia mencari donatur untuk panti asuhan Arrahma. Semua yang hadir terkesima. Betapa seorang ibu tidak akan pernah rela melihat anak- anak yang lahir dari rahimnya menderita. Kasih ibu bukan saja sepanjang hayat, tapi ternyata terbawa hingga ke liang lahat.
            Ibu- ibu kompleks itu kemudian pamit pulang setelah terlebih dahulu menyatakan kesediaan menjadi donatur tetap panti asuhan tersebut. Mereka pulang dengan harapan perempuan hamil itu bisa tenang di alamnya yang sekarang.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar